Mengajari Anak Berani Bertegur Sapa

Mengajari Anak Berani Bertegur Sapa - Setiap kali saya berkunjung ke sekolah anak saya, pasti ada pemandangan menarik dan mengharukan, yang membuat lubuk hati terdalam saya bergetar. Teman-teman anak saya berlarian mendekati saya, lantas mengulurkan tangan dan mencium tangan saya, sambil berkata, "Tante!" Tentu saja pada umumnya mereka tahu siapa saya. Kalaupun ada yang tidak tahu, pasti juga ikut-ikutan berjabat tangan.

Mengajari Anak Berani Bertegur Sapa

Tak hanya itu. Ketika anak-anak itu bertemu dengan guru-gurunya, mereka pun sibuk bersalaman dan mencium tangan. Sering juga saya melihat anak-anak bercanda dengan guru-gurunya.

Kembali saya ke masa lalu. Dahulu ketika saya seusia mereka, saya dan teman-teman saya tidak seberani anak-anak itu. Paling-paling kami hanya tersenyum malu dari kejauhan apabila bertemu dengan orang tua teman. Berjabat tangan dan cium tangan adalah hal yang masih asing saat itu. Bercengkerama dengan guru-guru juga merupakan hal yang sangat langka.

Tapi kini rupanya telah banyak kemajuan pola pikir dari berbagai pihak. Guru telah rela untuk tidak menjaga gengsi pada murid. Mereka sudah banyak yang berkomunikasi aktif dan bercanda dengan murid-muridnya. Dengan begitu, anak-anak pun merasa nyaman menyapa dan berkomunikasi dengan gurunya. Berbeda dengan dahulu kala, sepertinya guru-guru terlalu menjaga jarak. Murid menjadi sungkan pada guru sehingga sulit dibedakan apakah murid terlalu takut pada guru atau terlalu hormat.

Kembali ke masalah keharuan saya di sekolah anak. Saya menganalisis juga, kemungkinan perbuatan anak-anak itu buah dari apa yang telah saya lakukan pada mereka. Saya mencoba untuk tidak menjadi sosok menakutkan atau jaga gengsi di mata anak-anak. Setiap bertemu dengan teman-teman anak saya, saya sering juga menanyai mereka atau hanya menegur sambil tersenyum.

Pengalaman mengharukan itu, tentu saja saya jadikan cermin untuk mendidik anak saya. Saya bertanya padanya, apakah dia juga berbuat seperti itu bila bertemu dengan orang tua temannya. Sementara ini, dia lebih sering hanya tersenyum kalau bertemu dengan mereka yang sudah dia kenal. Saya katakan bahwa saya jatuh hati pada sikap teman-temannya itu. Tapi saya tetap harus memuji anak saya karena dia sudah mau bertegur sapa, walau hanya lewat senyum. Yang saya inginkan, anak dapat mencontoh hal-hal baik dengan penuh kesadarannya sendiri.

Ya, anak-anak harus diajari untuk bertegur sapa santun di mana saja dia berada, terlebih kepada orang-orang yang sudah dikenalnya. Sepertinya sepele, tetapi suatu saat pasti tampak hasilnya. Kelak mereka akan menjadi anak-anak yang ramah, disegani, berani berbuat baik, tidak angkuh dan tidak sombong, serta pandai menjaga tali persaudaraan di antara sesama. Tidak inginkah kita memiliki anak seperti ini?